PDM Kabupaten Aceh Besar - Persyarikatan Muhammadiyah

 PDM Kabupaten Aceh Besar
.: Home > Artikel

Homepage

DAMPAK GLOBALISASI DALAM KAPITALISME GLOBAL

.: Home > Artikel > PDM
06 April 2016 17:38 WIB
Dibaca: 1061
Penulis : DR. Taufiq Abdul Rahim

 

 

Tanwir.info –  Berdasarkan pelbagai rujukan buku ataupun jurnal kajian, era yang saat ini menguasai dunia dan akan datang adalah, era globalisasi dan kapitalisme global. Globalisasi merupakan suatu gejala yang pada masa ini sungguh sulit untuk terelakkan. Melalui media elektronik (televisi, internet dan sebagainya) dan juga media cetak (seperti koran, majalah dan lain-lain) membawa berita-berita dari segala penjuru dunia ke kantor, rumah, warung dan pelbagai tempat publik di berbagai pelosok; hal ini tidak hanya berita perang, tetapi juga berita olah raga, fashion, musik dan lain sebagainya.

            Lebih lanjut orang saat ini bisa marah, sedih dan gembira terhadap banyak peristiwa yang tidak ia saksikan langsung dengan mata kepala sendiri. Sementara itu barang-barang dan jasa yang tidak dibuat di tanah air, dapat memenuhi rak-rak pertokoan dan etalase. Semua ini didatangkan dari segala penjuru dunia, dari minuman, sepatu, makanan, baju, celana, barang antik, hingga mobil mewah dan lain sebagainya, sehingga menyuburkan hidup dalam budaya konsumtif dan hedonistik. Hal ini yang tidak boleh dilupakan para pemburu saham, setiap hari mereka menyaksikan harga saham yang turun naik bukan hanya pada bursa yang berada di Jakarta, namun juga di London, Frankfrut, Tokyo dan New York. Bahkan ada orang-orang yang dibuat tidak bisa tidur ataupun sakit jantung hanya disebabkan harga saham melonjak dan tidak menentu.

            Dalam hal ini William Greider menganalisis bahwa, globalisasi yang sedang berlaku seperti angin topan ini pada akhirnya hanya akan menguntungkan segelintir orang, dan akan menyengsarakan sejumlah besar penduduk planet bumi. Selanjutnya dalam bukunya One World, Ready or Not, The Manic Global Capitalism (1998), Greider melemparkan tesisnya bahwa motor penggerak di balik globalisasi adalah yang disebut “kapitalisme global”. Hal ini sesuai dengan watak yang melekat pada kapitalisme sangat rakus dan tidak pernah puas, mereka secara beramai-ramai menguras kekayaan dunia dan segala potensi sumber alam di bumi, masuk ke dalam kantung mereka, dengan cara memanfaatkan kemajuan teknologi infromatika dan komputer, mengabaikan seluruh kesantunan hidup manusia bersama.

            Sesungguhnya memang para kapitalis global tersebut telah memungkinkan penyebaran kenyamanan dan kemudahan, tetapi itu semua untuk 10 persen dari pada penduduk bumi; sementara itu jurang antara si kaya dan miskin (istilah baru: digital divide) menjadi semakin lebar menganga. Selanjutnya, siapa sesungguhnya kapitalis global itu? Mereka adalah para spekulan uang yang jumlahnya tidak lebih 200.000 (dua ratus ribu) orang; yang sangat terkenal di antaranya adalah George Soros, dan sekitar 53.000 (lima puluh tiga ribu) perusahaan multinasional (multi-national corporations) yang hanya mempekerjakan enam juta orang di seluruh dunia. Demikian juga harus ditambahkan disini adalah institusi keuangan internasional, IMF (International Monetary Fund) dan World Bank. Lembaga Keuangan tersebut mendapat dukungan WTO (World Trade Organization) secara langsung maupun tidak langsung ikut membantu para kapitalis global untuk membuka pasar di seluruh dunia yang sampai sekitar tahun 1970-an merupakan pasar tertutup. Demikian juga, bagaimana globalisasi akan seks, makanan, dan lain sebagainya seperti “shopping centre” dan supermarket (K-Mart, Wal-Mart), apakah Amerikanisasi?

            Pada dasarnya, hal ini menyentuh pada tingkat kebudayaan yang juga merupakan unsur “intrusive” (yang mengganggu) dari negara maju sekaligus alat propaganda di dalam menebar bom-bom budaya baru di segala penjuru dunia, ini antara lain melalui media hiburan yang banyak berisikan materi gaya hidup dan musik anak muda Amerika Serikat dengan disertai penyanyi-penyanyinya seperti Britney Spears, Shakira, Paula Abdul, Shania Twain, bintang-bintang juara “American Idol” dan lain-lain. Demikian juga diikuti dengan film-film buatan Hollywood seperti Rambo, Rocky, Terminator, Austin Power dan lain sebagainya yang didukung oleh acara berupa pemberian penghargaan piala Oscar. Oleh karena itu, ini mempunyai kemampuan menekan budaya lokal sampai ke sudut yang paling sempit, sehingga orang lupa akan budayanya sendiri dan mengindahkan nilai-nilai budaya asing yang masuk ke dalam dirinya. Sebab itu di zaman sekarang ini orang yang tetap berpendirian teguh kepada nilai-nilai lama atau dengan kata lain budayanya akan dipandang ketinggalan zaman, hal ini juga bisa disebut pula Amerikanisasi ataupun McDonaldization, yang merupakan ideologi kebudayaan untuk membenarkan semua yang disebut “neoliberalisme”.

            Selanjutnya regionalisme dengan blok-blok ekonomi yang ada di kawasan masing-masing seperti ASEAN sebagai contoh, juga mau tidak mau harus dapat menerima atau mencoba bertahan dari terpaan badai globalisasi yang terasa sangat deras menerpa dengan menguatkan kerjasama ekonominya. Dikarenakan pergerakan dan pergeseran ataupuntransformasi secara besar-besaran terjadi dalam hal ini demi memudahkan perdagangan seperti pembebasan tarif bea masuk dan pajak disertai dengan masuknya praktisi asing baik itu tenaga kasar, ahli ataupun pakar dari negara luar maupun barang dan jasa-jasa dari negara maju atau antar negara berkembang sendiri (AFTA dan APEC) semua komponen usaha, dalam hal ini harus “berperang” melawan dunia luar. Sebagaimana yang dikatakan oleh Edward Luttwak (Turbo Capitalism, 1999) tentang peranan negara dalam proses penjarahan global.

            Jikalau pada masa 20-30 tahun yang lalu negara-negara terlibat dalam sebutan geo-politics, pada masa kini berlakugeo-economics. Negara-negara saat ini “berperang” dengan mengerahkan segenap “pasukan” mereka yang terdiri dari para pelaku bisnis internasional dan juga birokrasi yang mereka miliki. Strategi yang dipakai juga mirip pada masa lampau: membentengi diri sambil menyerang lawan. Sudah pasti negara-negara maju (AS, Jepang, Eropah Barat) rata-rata memenangi peperangan ini jika mereka berhadapan dengan negara yang belum maju.

            Demikian juga mitos-mitos yang berkembang seputar globalisasi semakin terlihat menjadi suatu hal yang mendekati kenyataan dan menimbulkan permasalahan-permasalahan yang baru pula. Hal ini diawali secara dramatis dikemukakan oleh Kenichi Ohmae dengan pendapatnya bahwa dampak globalisasi, dirumuskan sebagai gempuran dari Four I-s, akan lenyaplah yang diseut nation states. Ini cocok dengan kata “dramatis” karena ia meramalkan suatu hal menakutkan yang menimpa sesuatu yang besar. Namun hingga 2008 ini, belum ada nation-state satu pun yang bubar. Masih berdirinya negara bangsa, bahkan di beberapa tempat di dunia malah ada tuntutan sebelumnya negara baru untuk mendirikan negara bangsa yang baru (seperti Aceh, Papua, Kurdi, Taiwan, Tamil Elan, dan sebagainya). Negara bangsa memang mengalami tekanan luar biasa, yang belum ada sebelumnya, tetapi negara bangsa belum juga bubar.

            Sementara itu Noorena Hertz (Silent Takeover and the Death of Democracy) lebih masuk akal. Ia mengatakan dampak globalisasi ekonomi, akan terjadi the death of democracy. Para pemimpin negara atau elit politik saat ini, memang dipilih rakyat, namun ternyata mereka lebih sibuk untuk “melayani” pelaku binis global yang tidak memilihnya, para pemimpin melakukan apa saja asal para kapitalis global mau datang.

DR. Taufiq A Rahim

 

sumber: tanwir.info


Tags: DampakGlobalisasi , KapitalismeGlobal
facebook twitter delicious digg print pdf doc Kategori : Artikel Opini

Berita

Agenda

Pengumuman

Link Website